Buol-lensabidik.online| Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buol menggelar rapat dengar pendapat dengan Dewan Pimpinan Wilayah Kesatuan Korps Pegawai Indonesia (DPW KKPI) Sulawesi Tengah terkait nasib 17 Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberhentikan dengan tidak hormat (PTDH) oleh Bupati Buol pada 2019. Rapat ini dihadiri Ketua dan Anggota KKPI Sulawesi Tengah serta pimpinan DPRD Buol, diwakili Ketua I Karmin Kaimo (Partai Demokrat), Wakil Ketua Ahmad Kuntuamas (Partai Gerindra), dan sejumlah anggota dewan dari berbagai fraksi.
Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari tuntutan keadilan dan kepastian hukum bagi 17 PNS yang merasa dirugikan. Rapat merujuk pada usulan KKPI Sulawesi Tengah serta permintaan resmi Bupati Buol melalui surat tertanggal 15 Mei 2025.

Dalam rapat, Ketua KKPI Sulteng Kamarudin Lasuru menyampaikan tiga poin penting yang menjadi dasar tuntutan mereka:
- Pelanggaran Pasal 28I UUD 1945
Keputusan PTDH dinilai menerapkan retroactive law (hukum yang berlaku surut). Kasus yang menjerat 15 PNS terjadi sebelum terbitnya UU Aparatur Sipil Negara (ASN) No. 5/2014 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 11/2017, namun sanksi justru diberikan berdasarkan aturan baru. Padahal, Pasal 28I UUD 1945 melarang penuntutan dengan hukum berlaku surut. - Cacat Prosedur Administrasi
Proses PTDH dianggap mengabaikan Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dinilai tidak melakukan pemeriksaan internal atau evaluasi individu sebelum menerbitkan SK PTDH. Selain itu, PNS yang sama dijatuhi sanksi ganda: sanksi disiplin dan PTDH untuk pelanggaran serupa. - Bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Dasar PTDH berasal dari putusan pidana korupsi yang menggunakan frasa “dapat menimbulkan kerugian negara” (Pasal 2-3 UU Tipikor). Padahal, MK dalam Putusan No. 25/PUU-XIV/2016 telah membatalkan frasa tersebut dan menegaskan bahwa kerugian harus bersifat nyata (actual loss). Dalam hal ini perhitungan kerugian negara tidak dihitung oleh instansi resmi atau akuntan publik yang bersertifikasi auditor, akan tetapi hanya dihitung sendiri oleh jaksa dan hakim yang tidak berkompeten sebagai auditor. Bahwa mereka adalah bagian dari krimininalisasi kebijakan seperi yang diisyaratkan MK.
Merespon hal ini, pimpinan dan anggota DPRD Buol mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk meninjau ulang kasus PTDH tersebut. Mereka juga mendorong Bupati Buol untuk segera mengaktifkan kembali PNS yang terdampak.
“Kami akan menjadwalkan rapat lanjutan dengan pejabat terkait Pemkab Buol untuk membahas langkah konkret,” ujar Karmin Kaimo. Rapat berikutnya rencananya akan melibatkan Sekretaris Daerah (Sekda) Dadang Hanggi, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Asrarudin, Kepala Inspektorat Wahida Dayhasim, serta perwakilan Bagian Hukum dan Asisten III Pemkab Buol.

KKPI Sulawesi Tengah menyambut baik komitmen DPRD Buol dalam menangani persoalan ini. Mereka berharap proses hukum dan administrasi dapat diselesaikan secara adil, sesuai dengan prinsip kepastian hukum dan perlindungan hak asasi pegawai.
“Kami akan terus mendampingi rekan-rekan PNS yang terdampak hingga keadilan benar-benar ditegakkan,” tegas perwakilan KKPI Sulawesi Tengah.
Pemerintah Kabupaten Buol diharapkan segera menindaklanjuti rekomendasi DPRD untuk menyelesaikan persoalan yang telah berlarut-larut sejak 2019 ini.*(vh)